Masa Masyarakat Kreatif dan Human Spirit Marketing

img_20141123_101133

Orang-orang di masyarakat kreatif adalah orang-orang dengan otak-kanan yang bekerja di sektor kreatif seperti ilmu pengetahuan, seni dan jasa profesional. Jenis masyarakat seperti ini, menurut Daniel Pink dalam *A Whole New Mind *adalah tingkatan tertinggi perkembangan sosial dalam kehidupan manusia. Pink menyoroti evolusi profesi manusia dari pemburu dan petani primitif, pekerja kasar yang mengandalkan otot mereka, kemudian berevolusi menjadi para eksekutif yang mengandalkan otak kiri, dan akhirnya berkembang menjadi seniman yang mengandalkan otak kanan mereka. Teknologi sekali lagi menjadi pemicu utama evolusi ini.

Penelitian menyarankan bahwa meskipun jumlah masyarakat kreatif lebih sedikit daripada jumlah kelas pekerja, peran mereka dalam masyarakat semakin dominan. Masyarakat kreatif itu kebanyakan adalah para inovator yang menciptakan dan menggunakan teknologi dan konsep baru. Dalam dunia kolaboratif yang terpengaruh oleh new wave technology, masyarakat kreatif itu menjadi penghubung antarkonsumen. Mereka adalah konsumen yang paling ekspresif dan kolaboratif yang memaksimalkan penggunaan media sosial. Masyarakat kreatif mempengaruhi masyarakat pada umumnya dengan gaya hidup dan perilaku mereka. Opini mereka terhadap paradoks globalisasi dan isu-isu masyarakat membentuk opini orang lain. Sebagai anggota masyarakat yang paling maju, mereka menguntungkan bagi kolaborasi dan cultural brand. Sebagai orang yang pragmatis, mereka mengkritik merek yang berdampak negatif terhadap kehidupan manusia dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan.

Diseluruh dunia, masyarakat kreatif semakin meningkat. Dalam *The Rise of the Creative Clas, *Richard Florida menyajikan bukti bahwa orang-orang Amerika Serikat mulai hidup dan bekerja seperti ilmuwan dan seniman kreatif. Penelitiannya mengungkapkan bahwa selama beberapa dekade terakhir, investasi, output dan angkatan kerja dalam sektor kreatif di Amerika telah meningkat signifikan. Dalam *The Flight of Creative Class, *Florida menguraikan bagaimana ia memperluas penelitiannya hingga belahan dunia lain dan menemukan bahwa negara-negara di Eropa pun memiliki indeks kreativitas yang tinggi. Indeks itu mengukur perkembangan kreativitas dari suatu negara berdasarkan kemajuan teknologi, bakat dan toleransinya. Di negara maju, masyarakat kreatif menjadi tulang punggung perekonomian. Daerah-daerah dengan sekelompok masyarakat kreatif telah menunjukkan lebih banyak peningkatan.

Penemuan Florida tidak berarti bahwa kreativitas hanya milik negara maju. Dalam Fortune at the Bottom of the Pyramid, Prahalad menjelaskan bagaimana kreativitas dapat muncul dari masyarakat miskin. Prahalad  memberikan beberapa contoh tentang bagaimana kreativitas muncul sebagai respons terhadap isu sosial di pedesaan. Hart dan Christensen pun memberikan argumen yang sama, bahwa inovasi sering kali terjadi di pasar dengan pendapatan rendah.Teknologi kreatif yang berbiaya rendah sering kali muncul di negara miskin yang kebutuhannya adalah memecahkan masalah. India, di mana kemiskinan menjadi isu yang kronis, berhasil menjadi back office milik dunia dengan antusiasme yang tinggi terhadap teknologi kreatif.

Menurut Zohar, kreativitas menjadikan manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya di dunia. Manusia dengan kreativitasnya membentuk dunia mereka. Masyarakat kreatif selalu mencoba memperbaiki diri mereka dan dunianya. Kreativitas menunjukkan jati dirinya dalam bentuk humanitas, moralitas dan spiritualitas.

Sejalan dengan peningkatan masyarakat kreatif di negara maju dan berkembang, kehidupan manusia semakin mendekati titik kulminasinya. Salah satu karakter kunci dari sebuah masyarakat yang kreatif dan maju adalah bahwa orang yakin pada aktualisasi dirinya, melebihi keyakinan pada kebutuhan dasar hidup. Mereka adalah co-creator yang ekspresifdan kolaboratif. Sebagai manusia yang kompleks, mereka yakin pada *human spirit *dan memperhatikan hasrat terdalam human spirit.

Ingatlah kembali teori piramida klasik Maslow tentang hierarki kebutuhan. Abraham Maslow menunjukkan bahwa manusia memiliki tingkatan kebutuhan yang harus dipenuhi, dari kebutuhan untuk bertahan (basic needs), keselamatan dan keamanan, rasa memiliki dan sosial, harga diri (ego), hingga yang teratas adalah aktualisasi diri(meaning). Maslow juga menemukan bahwa kebutuhan tingkat atasnya tidak bisa dipenuhi tanpa memenuhi kebutuhan tibngkat bawahnya. Piramida ini membuat akar kapitalisme. Namun dalam Spiritual Capital, Zohar mengungkapkan bahwa Maslow, sang pencipta teori tersebut, sebelum meninggal menyesalkan apa yang telah beliau katakan, dan merasa bahwa piramida tersebut seharusnya terbalik. Dengan piramida terbalik, kebutuhan akan pemenuhan aktualisasi diri menjadi kebutuhan utama semua manusia.

Masyarakat kreatif adalah orang yang meyakini piramida terbalik Maslow. Definisi spiritualitas sebagai “the valuing of the non material aspects of life and intimitations of an enduring reality” sangat relevan dengan masyarakat kreatif.

Para ilmuwan dan seniman sering kali mengabaikan pemenuhan kebutuhan yang bersifat materi dalam mencapai aktualisasi dirinya. Mereka mencari sesuatu yang tidak bisa dibeli oleh uang. Masyarakat kreatif mencari arti, kebahagiaan, dan realisasi spiritual. Pemenuhan kebutuhan material mereka sering kali datang belakangan sebagai imbalan atas pencapaian mereka.

Julia Cameron dalam *The Artist’s Way *mengelaorasi kehidupan seniman kreatif sebagai gabungan dari proses kreativitas dan spiritualitas. Spiritualitas dan kreativitas adalah seripa dalam pikiran seorang seniman. Kreatifitas mendukung Spiritualitas. Kebutuhan yang bersifat spiritualitas adalah motivator terbesar umat manusia, yang dapat melepaskan kreativitas terdalam seseorang.

Munculnya ilmuwan dan seniman kreatif mengubah cara manusia melihat kebutuhan dan keinginannya. Spiritualitas semakin menggantikan kebutuhan bertahan hidup sebagai kebutuhan primer umat manusia, seperti yang diobservasi oleh Gary ZUkav dalam The Heart of the Soul. Robert William Fogel, pemenang nobel ekonomi, menegaskan bahwa masyarakat saat ini semakin mencari sumber spiritualitas diatas pemenuhan materi.

Sebagai hasil peningkatan tren ini di masyarakat, konsumen sekarang tidak lagi mencari produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan mereka, namun juga mencari pengalaman dan model bisnis yang menyentuh sisi spiritual mereka. Memberikan meaning adalah value proposition dalam marketing masa depan. Bisnis model yang values-driven adalah senjata pembunuh yang ampuh dalam Marketing 3.0. Penemuan Melinda Davis dalam *Human Desire Project *menguatkan argumen ini. Davis menemukan bahwa manfaat psikospiritual adalah kebutuhan konsumen yang paling penting dan mungkin adalah differensiasi terpenting yang dapat diciptakan oleh pemasar.

Bagaimana perusahaan menanamkan nilai-nilai dalam model bisnisnya? Richard Barret menemukan bahwa perusahaan dapat meningkatkan level spiritualitas seperti halnya manusia. Barret menyatakan bahwa level motivasi spiritual manusia dapat diadaptasi ke dalam misi, visi dan nilai perusahaan tanpa benar-benar mempraktikkannya dalam bisnis. Namun kita telah melihat perusahaan-perusahaan yang menggunakan nilai-nilai corporate citizenship dalam misi, visi dan nilai mereka tanpa benar-benar mempraktikkannya dalam bisnis. Kita juga telah melihat banyak perusahaan yang melaksanakan aksi-aksi tanggung jawab sosial sebagai langkah-langkah public relations. Marketing 3.0 bukanlah tentang perusahaan yang melakukan public relations. Marketing 3.0 adalah tentang perusahaan yang menyusun nilai-nilai ke dalam budaya perusahaan mereka.

Seperti masyarakat kreatif, perusahaan harus memikirkan aktualisasi diri mereka melampaui tujuan yang bersifat materi. Perusahaan harus memahami perusahaan apakah mereka dan mengapa mereka ada dalam bisnis. Perusahaan juga harus tahu ingin seperti apa mereka. Kesemuanya ini harus ada dalam misi, visi dan nilai perusahaan. Keuntungan akan dihasilkan dari apresiasi konsumen terhadap kontribusi perusahaan ini bagi kesejahteraan umat manusia.


*Ditulis ulang dari buku Marketing 3.0, oleh Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, Iwan Setiawan, hal 18 - 22.
kamu di halaman ini selama .