[sebuah-dunia]
Di mana-mana banyak ketidakadilan, kadang-kadang saya berpikir apakah tidak lebih baik meledakkan dunia ini supaya semuanya berakhir ?
Di awal tahun 60an, berbekal cita-cita dan idealisme yg membumbung tinggi pasca kemerdekaan. Angkatan baru Indonesia yg lahir pasca tahun’45 ini, mulai memasuki universitas atau lembaga perguruan tinggi lainnya. Seorang pemuda dg penuh gegap gempita dan ketakjuban datang ke ‘gerbang megah’ yg bernama perguruan tinggi.
Ia memasuki dunia yg baru, sebuah babak baru di mana ia berpikir akan membuat kontribusi nyata bagi kemajuan bangsanya. Gie membayangkan seorang mahasiswa antropologi datang dg cita-cita utk membuat ‘field work’ di pedalaman kalimantan atau irian. Atau seorang mahasiswa jurusan kimia yg berpikir utk menemukan sejenis cairan baru yg dpt melambungkan manusia ke bulan. Atau seorang mahasiswa jurusan hukum yg memiliki ide-ide mumpuni yg sarat tentang rule of law.
Dlm beberapa tahun kemudian, mahasiswa antropologi ini tersadar bahwa tak mungkin ada ‘field work’ di kalimantan atau irian. Ia pun harus puas dg hanya membuat skripsi tentang masyarakat tukang buah-buahan di pasar minggu. Dan alumnus jurusan kimia benar2 menyadari bahwa yg ada untuk’nya hanyalah kerja di pabrik sabun atau mentega. Lalu mahasiswa jurusan hukum pun tersadar, bahwa di atas hukum masih terdapat hukum yg tidak tertulis. Mereka harus berhadapan dg oknum tentara, polisi, jaksa dan garong-garong mafia hukum yg punya koneksi. Dan alhasil mereka pun secara perlahan harus melupakan idealisme’nya masing2, sebuah kepahitan yg memilukan.
Realitas2 baru inilah yg harus dihadapi oleh generasi muda Indonesia yg penuh dg idealisme. Menjadi manusia2 yg non kompromistis; orang2 dg aneh dan kasihan akan melihat sambil geleng-geleng kepala. Atau dia kompromi dg situasi yg baru. Lupakan idealisme dan ikut arus..
Bergabunglah dg grup yg kuat, belajarlah teknik memfitnah dan menjilat. Karir hidup akan cepat menanjak. Atau kalau mau lebih aman, kerjalah di sebuah perusahaan yg bisa memberikan sebuah rumah kecil, sebuah mobil atau jaminan2 lain. Belajarlah patuh dg atasan, kemudian carilah pasangan hidup. Dan Kehidupan selesai..
Perjuangan idealisme tidaklah ada yg mudah. Ada rasa letih menyergap, ada kesendirian hingga kesepian yg tak bertepi.
Saat sprti itulah kita kembali mengingat tujuan awal dari perjuangan. Semoga idealisme yg dipunya utk kemaslahatan banyak orang dan bangsa. Tanpa aksi, idealisme hanya akan jadi ilusi. Menjadi terombang-ambing di tengah hamparan tanah yang gersang. Dan ketika kita telah kehilangan idealisme, maka masih adakah harapan yg layak diperjuangkan(?)
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran